BROMO FM : Jum'at 20/09/13 Pukul 13.00 Wib
Reporter : Dicko
“Santri harus bisa menjadi garda terdepan bagi kemajuan pendidikan. Dan juga Ormas NU ,” ungkap Hilmi menirukan pesan gurunya. KH. Badri Masdhuqi meninggalkan orang yang dicintainya pada 2002. (Dc)
Reporter : Dicko
Kraksaan - Berawal
keinginan memberikan pencerahan keagamaan pada mayarakat di Dusun
karang Juwet, Kelurahan Kraksaan, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten
Probolinggo. Pendiri Pesantren Badridduja, Alm. KH. Badri Mashduqi,
asal Desa Perenduan, Kecamatan Pragean, Kabupaten Sumenep berhasil
mendirikan pesantren Badridduja pada 28 Januari 1967 M.
Berkat dukungan warga sekitar, pesantren yang awalnya berdiri di atas alas Karang Juwet, terus mengalami perkembangan jumlah santri, serta sarana dan prasarana.
Menurut kepala pesantren Badridduja, Ahmad Hilmi Imamah (32), pendirian pesantren dilakukan secara gotong royong dengan masyarakat sekitar. Bahkan tanah yang ditempati pesantren adalah pemberian salah seorang dermawan di Desa tersebut.
“Dukungan warga sekitar sangat besar bagi berdirinya pesantren Badridduja. Warga ikut membantu memindahkan menebangi pohon yang ada di atas lahan ,” ungkapnya, Minggu, (8/9).
Pesantren yang memiliki 350 santri ini, awalnya hanya terdiri dari bangunan masjid, serta rumah sederhana milik KH. Badri yang terbuat dari olahan kayu. Namun lamat-lamat sejumlah bangunan santri mulai didirkan.
Awalnya, pelajaran yang diberikan pendiri pesantren ini berkutat seputar masalah hukum Islam, Tasawuf dan penanaman ilmu Tauhid. Santri yang belajar di pesantren tersebut banyak berasal dari anak-anak warga sekitar. Meskipun ada juga dari luar Desa.
Selama setahun, jumlah santri yang menetap sebanyak 30 orang. Dan bangunan kamar santri didirikan dengan sangat sederhana. Yakni terbuat dari bahan gedek dan bambu. Meski demikian, hal tersebut tidak mengurangi minat santri menimba ilmu di Pesantren Badridduja. Terbukti tahun kedua berdirinya pesantren jumlah santri semakin bertambah hingga mencapai 50 persen.
Perlu diketahui, KH. Badri merupakan keturunan dari tokoh ulama Madura bernama KH. Masdhuqi. Meski tidak memilki pesantren, kemasyhuran namanya terkenal di penjuru Madura.
KH. Badri sejak usia 14 Tahun sudah nyantri disejumlah pesantren terkenal di Jawa seperti Pesantren Zainul Hasan di Probolinggo, Pesantren Sidogiri, Pasuruan dan Pesantren Nurul Jadid Probolinggo.
Selama nyantri disejumlah pesantren ini, KH. Badri kemudian masyhur dengan sosok yang ahli dibidang ilmu fiqh dan Tasawuf. Sehingga tidak heran jika awal berdirinya pesantren, pelajaran fiqh dan tasawuf mendapat porsi terbesar dalam pengajaran pada santri-santrinya.
Menurut kepala pesantren Badridduja, Ahmad Hilmi Imamah (32), KH. Badri
selalu menekankan santrinya untuk mendorong kemajuan pendidikan dan
membesarkan ormas NU. Sebab tanpa memajukan dunia pendidikan, kerusakan
moral ditengah masyarakat akan sulit teratasi.Berkat dukungan warga sekitar, pesantren yang awalnya berdiri di atas alas Karang Juwet, terus mengalami perkembangan jumlah santri, serta sarana dan prasarana.
Menurut kepala pesantren Badridduja, Ahmad Hilmi Imamah (32), pendirian pesantren dilakukan secara gotong royong dengan masyarakat sekitar. Bahkan tanah yang ditempati pesantren adalah pemberian salah seorang dermawan di Desa tersebut.
“Dukungan warga sekitar sangat besar bagi berdirinya pesantren Badridduja. Warga ikut membantu memindahkan menebangi pohon yang ada di atas lahan ,” ungkapnya, Minggu, (8/9).
Pesantren yang memiliki 350 santri ini, awalnya hanya terdiri dari bangunan masjid, serta rumah sederhana milik KH. Badri yang terbuat dari olahan kayu. Namun lamat-lamat sejumlah bangunan santri mulai didirkan.
Awalnya, pelajaran yang diberikan pendiri pesantren ini berkutat seputar masalah hukum Islam, Tasawuf dan penanaman ilmu Tauhid. Santri yang belajar di pesantren tersebut banyak berasal dari anak-anak warga sekitar. Meskipun ada juga dari luar Desa.
Selama setahun, jumlah santri yang menetap sebanyak 30 orang. Dan bangunan kamar santri didirikan dengan sangat sederhana. Yakni terbuat dari bahan gedek dan bambu. Meski demikian, hal tersebut tidak mengurangi minat santri menimba ilmu di Pesantren Badridduja. Terbukti tahun kedua berdirinya pesantren jumlah santri semakin bertambah hingga mencapai 50 persen.
Perlu diketahui, KH. Badri merupakan keturunan dari tokoh ulama Madura bernama KH. Masdhuqi. Meski tidak memilki pesantren, kemasyhuran namanya terkenal di penjuru Madura.
KH. Badri sejak usia 14 Tahun sudah nyantri disejumlah pesantren terkenal di Jawa seperti Pesantren Zainul Hasan di Probolinggo, Pesantren Sidogiri, Pasuruan dan Pesantren Nurul Jadid Probolinggo.
Selama nyantri disejumlah pesantren ini, KH. Badri kemudian masyhur dengan sosok yang ahli dibidang ilmu fiqh dan Tasawuf. Sehingga tidak heran jika awal berdirinya pesantren, pelajaran fiqh dan tasawuf mendapat porsi terbesar dalam pengajaran pada santri-santrinya.
“Santri harus bisa menjadi garda terdepan bagi kemajuan pendidikan. Dan juga Ormas NU ,” ungkap Hilmi menirukan pesan gurunya. KH. Badri Masdhuqi meninggalkan orang yang dicintainya pada 2002. (Dc)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !