Tidak mudah bagi PT Kertas Leces (PT KL), pabrik kertas di Kabupaten Probolinggo untuk bangkit, setelah dua tahun tidak berproduksi. Sekitar empat bulan sejak Juni lalu berproduksi dengan kapasitas 20-22%, keinginan berproduksi penuh (100%) dihadapkan sejumlah kendala.
“Terus terang kami memang kesulitan modal kerja. Syukurlah sudah ada lembaga keuangan yang siap mengucurkan dana Rp 50 miliar,” ujar Direktur Utama (Dirut) PT KL, Budi Kusmarwoto di kantornya, Selasa (16/10).
Budi yang didampingi Direktur Keuangan PT KL, Zainal Arifin mengakui, akibat kesulitan finansial, perusahaan kertas milik BUMN itu belum bisa membayar gaji karyawan Juni-September 2012 ini. ”Mudah-mudahan akhir Oktober mendatang, kami sudah bisa memnayar gaji 1.850 karyawan,” ujarnya.
Budi menambahkan, PT KL baru bisa mencapai titik impas (break even point/BEP) jika produksi 60%. Karena keterbatasan modal kerja itu, PT KL sengaja menunda pembayaran gaji karyawan hingga empat bulan. ”Pilihannya tinggal dua, Kertas Leces disuntik mati atau tetap hidup. Kalau hidup ya harus sukses,” ujarnya.
Dikatakan sebenarnya managemen PT KL bisa saja membayar empat bulan gaji 1.850 karyawannya. ”Gaji karyawan sebenarnya bisa saya bayar tunai sekarang tetapi setelah itu Kertas Leces gulung tikar, tidak berproduksi,” ujar Budi.
Kini dengan mengantongi modal kerja Rp 50 miliar, Budi menjanjikan pendapatan dari penjualan produksi (revenue) Rp 1,2 triliun/tahun. ”Revenue Rp 1,2 triliun per tahun itu bisa diraih kalau Kertas Leces berproduksi 100 persen. Kalau produksinya 20-22 persen ya modal kerja akan habis terkikis,” ujarnya.
Dengan kapasitas produksi 100%, pabrik kertas BUMN tertua setelah PT Kertas Padalarang, Bandung, Jabar itu menargetkan produksi 14.200 ton kertas/bulan. ”Dengan produksi 100 persen, lima mesin harus semuanya hidup, awalnya hanya tiga mesin,” ujarnya.
Bahkan dua unit boiler batubara sebagai sumberdaya listrik dan uap panas (steam) bakal dipisah dari managemen induk PT KL. Seperti diketahui, pembangunan dua unit boiler batubara itu didanai Pennyertaan Modal Negara (PMN) pada APBN 2007 senilai Rp 175 miliar. Setiap boiler menghasilkan 120 ton uap (steam) per jam atau setara dengan listrik berdaya 27 Megawatt (MW).
”Nanti ada Strategic Business Unit (SBU) yang punya account sendiri, yang menangani boiler, kelistrikan, air tanah, hingga uap panas,” ujar Budi. Dengan alasan punya rumah tangga sendiri dan demi efisiensi daya, PT KL pun harus membeli daya ke SBU itu.
Pisang Abacca
PT Kertas Leces juga melirik produk-produk kertas tertentu yang bisa bersaing di pasaran dan menguntungkan.”Di antara kami bakal memroduksi kertas sekuritas (security paper),” ujar Budi Kusmarwoto.
Guna memproduksi kertas yang mempunyai tingkat kelenturan tinggi seperti lembaran uang kertas itu, PT KL berburu bahan baku berupa pisang Abacca hingga ke kepulauan Talud di Sulawesi Utara. ”Penghasil utama pisang Abacca di dunia adalah Philipina. Kepulauan Talaud kan memang berdekatan dengan Philipina,” ujar Budi.
Pisang itu bisa tumbuh subur di kawasan yang curah hujannya sangat tinggi. ”Daerah yang curah hujannya terus-menerus sepanjang tahun selama 10 bulan, hanya dua bulan tidak hujan, cocok untuk tanaman pisang Abacca,” ujar Tjilik Sukarijadi, Humas PT KL yang mengaku sempat blusukan ke Talaud.
Sebenarnya di kawasan perkebunan di Banyuwangi, tanaman pisang Abacca mulai dibudidayakan. Tidak menutup kemungkinan PT KL juga bakal mengembangkan sendiri tanaman pisang tanpa buah yang dijuluki ”pisang lanang” itu.
Sumber : http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=6ed023496fd5c66c002ff68f08fd11fb&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !