KRAKSAAN-Kasus meninggalnya Erik Susiana, 27, ibu hamil asal Kecamatan Maron Kabupaten Probolinggo di RSUD Waluyo Jati Kraksaan belum bisa diterima pihak keluarga. Hari ini (24/1), Ponidi, suami mendiang Erik, berniat melaporkan pihak RSUD Waluyo Jati Kraksaan ke polisi.
Ponidi dan pihak keluarga meminta anggota DPRD Jatim Habib Mahdi untuk mendampingi mereka melapor ke Polres Probolinggo.
Saat dihubungi Radar Bromo kemarin (23/1) Habib Mahdi mengaku telah didatangi keluarga korban.
"Rencananya besok (hari ini, red) pukul 15.00 kami akan melaporkan kasus tersebut," ujar Mahdi.
Mahdi menyatakan, kalau berkaitan dengan takdir, pihak keluarga sudah bisa menerima. Tapi, yang menjadi persoalan saat ini adalah penyebab dari kematian Erik. Sampai saat ini belum ada titik temunya dan masih simpang siur.
"Kalau kami hanya sebatas penyelidikan luar saja, tidak bisa melakukan penyelidikan lebih mendalam. Untuk itu kami menempuh jalur hukum, biar polisi yang menyelidikinya. Kalau polisi kan bisa lebih leluasa meminta keterangan dari semua pihak dan mengumpulkan bukti-bukti, termasuk rekam medisnya," ujarnya.
Selain itu, Mahdi menyatakan jalur hukum itu ditempuh mempunyai tujuan positif. Salah satunya untuk meningkatkan pelayanana di RSUD tersebut. Juga supaya hal serupa tidak terulang pada pasien lain. "Semua instansi itu baik, kami tidak mau menghakimi instansinya, tapi lebih pada pelayanannya," ujarnya.
Mahdi pun mengaku siap untuk mendampingi keluarga Ponidi. "Rencana kami, kalau keluarganya tidak melapor, kami yang akan melapor. Tapi karena mereka mau melapor, maka kami siap untuk mendampingi," jelasnya.
Kasus kematian Erik itu juga menarik perhatian dr Aminuddin, salah seorang dokter spesialis kandungan di RSUD Dr Moh Saleh Kota Probolinggo. Berdasar analisisnya, Aminuddin menduga meninggalnya Erik dikarenakan Amboli (penyumbatan saluran alvioli). Akibatnya, korban mengalami sesak nafas. "Sebetulnya kalau ketubannya pecah, itu sudah aman. Justru kalau tidak pecah itu yang berbahaya," ujarnya.
Menurutnya, penyebab dari amboli ini adalah karena air ketuban tak kunjung pecah. Sehingga karena adanya tekanan dari dalam membuat air ketuban itu mencari jalan keluar. "Karena tidak menemukan jalan keluar, akhirnya air ketuban itu masuk ke kapiler (pembuluh darah) dan menyebabkan amboli," ujarnya.
Menurut Aminuddin, bila air ketuban itu pecah maka tidak akan terjadi amboli. Amboli dapat terjadi apabila ketuban tidak pecah. "Amboli memang cepat reaksinya, hampir semua kasus tidak tertolong. Untuk memastikan adanya amboli perlu dilakukan outopsi pada paru-paru korban," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Kamis lalu Erik Susiana warga Maron Wetan, Kecamatan Maron, meninggal di RSUD Walu Jati. Istri dari Ponidi itu tengah hamil 9 bulan. Jabang bayi yang dikandung Erik itu adalah buah hati pertama pasangan tersebut.
Sejatinya Erik harus menjalani operasi caesar di RSUD itu. Sebab, bayinya dalam posisi melintang. Namun, belum lagi operasi dilakukan Erik dan jabang bayi yang dikandungnya meninggal dunia. Ponidi pun muntap.
Di antara sedih, kecewa, dan marah, lelaki itu sempat merusak kaca pintu ruang MOW. Ia menuding kematian istri dan bayinya karena operasi yang tak kunjung dilakukan.
Sebenarnya, pihak RSUD telah menjadwalkan Erik akan dioperasi pada Kamis (21/1) tepat pada pukul 09.40, setelah dilakukan cek kondisi pasien, kondisinya normal dan bisa dilakukan operasi. Setelah dibawa ke kamar operasi atas perintah dr Dony, bidan dan perawat di ruang MOW itu langsung membawa ke kamar operasi.
Sampai di kamar operasi, Erik kembali dicek oleh dr Dony, ternyata kondisi tensi darah pasien tinggi. Sedangkan tensi pasien yang akan dioperasi itu harus normal, 120. Sedangkan Erik saat itu tensinya 180. Makanya tidak jadi dioperasi.
"Nah, setelah dibawa kembali ke ruangan bidan atau ruang operasi MOW, ketuban pasien pecah. Lalu terserang penyakit komplikasi. Makanya tindakan medis, dengan izin dokter yang menangani, dilakukan penyuntikan," kata Direktur RSUD Waluyo Jati, dr Haryadi.
Haryadi menyatakan, selain ketuban sudah pecah, Erik juga terkena amboli. "Yakni, masuknya cairan ketuban melalui pembulu darah masuk ke paru-paru. Lalu pasien terkena sesak napas. Itu yang menyebabkan kematian korban," jelasnya. (rud/nyo)
* Ditinggal Istirahat, Pabrik Keripik Terbakar
* Terus Gencar Sosialisasi
* TRA Disulap Jadi Kampung Seni
* Jumlah Penduduk Pengaruhi Kualitas Pendidikan
* Diduga Tak Bayar Pajak
* Awas, Undian Palsu Berhadiah Mobil
* Kusnan Tolak Jadi Dewan Pertimbangan
* Polres Koordinasi dengan Bank
* Sopir Ngantuk, Pikap Tabrak Truk
* Kiai Protes Dikotomi Pendidikan
* BK Minta PKNU Ambil Sikap
* Kisah Pilu Erik Susiana, Meninggal bersama Bayi dalam Kandungannya di RSUD Kraksaan
* Empu Arya Shidiq, Pembuat Keris asal Purwodadi Pasuruan
HALAMAN KEMARIN
* Keluarga Bersikukuh Tuntut RSUD
* Dewan Langsung Sidak
* Bahas Islah, DPW PKB ke DPC
* Kasasi PT Mega Marine Ditolak
* Trailer Tabrak Pohon dan Rumah
* Konfercab PDIP Diundur
* Resah Tunggu Kartu Jamkesmas
* Simulasi Gempa, Siswa Semburat
* Kejar ISO, Gelar Workshop
* Anggaran Breakwater Rp 7 M
sekedar ralat, mungkin yang dimaksud adalah "emboli", bukan "amboli". Lalu kelanjutan kasusnya gimana?!
ReplyDelete